Critical Insident Guru Penggerak Fajar Daulay

Seleksi Tahap 2 Pendamping Guru Penggerak. 

Pada Tahap ini peserta diminta untuk membuat Critical Insident yang pernah dikerjakannya selama dua tahun terakhir. Berikut ini adalah Critical Insident yang saya buat. Sebenarnya ada delapan peristiwa, namun saya ambil contoh dua peristiwa saja yang berkaitan dengan Pembelajaran Jarak Jauh.

Judul Peristiwa 3

Fajar Daulay Berhasil Meningkatkan Partisipasi Siswa dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di Kompetensi Keahlian Bisnis daring dan Pemasaran (BDP) SMK Negeri 7 Medan.

Durasi Peristiwa

07 Mei 2020

Latar belakang peristiwa

  • Adanya laporan dari guru-guru yang mengajar di BDP bahwa tingkat partisipasi siswa dalam mengikuti PJJ di Kompetensi Keahlian BDP Rendah.
  • Adanya laporan dari peserta didik jika dirumah mereka disuruh untuk membantu pekerjaan rumah.

Orang-orang yang terlibat

Saya, Wali Kelas, Guru yang mengajar di BDP, Orang Tua Siswa dan Siswa

Hasil akhir dari peristiwa ini

Partisipasi Siswa dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di Kompetensi Keahlian Bisnis Daring dan Pemasaran (BDP) SMK Negeri 7 Medan meningkat.

Secara berurutan, langkah-langkah penting apa yang Anda lakukan untuk mencapainya

  1. Sebagai Ketua Kompetensi Keahlian Bisnis Daring dan Pemasaran (BDP) SMK Negeri 7 Medan, saya langsung bergerak cepat Ketika mendengar adanya laporan dari guru tentang rendahnya partisipasi peserta didik dalam PJJ. Selain itu, peserta didik juga mengeluhkan banyaknya tugas yang diberi orang tua selama PJJ. Atas dasar tersebut, saya merencanakan untuk melakukan Video Confrence kepada Orang tua peserta didik dan peserta didiknya.
  2. Saya menyampaikan gagasan saya kepada wali kelas yang berada di Kompetensi Keahlian Bisnis Daring dan Pemasaran untuk melakukan vicon dengan orang tua dan peserta didik. Alhamdulillah, usulan saya diterima oleh para wali kelas. Saya meminta para wali kelas untuk Menyusun jadwal pertemuan tersebut dan disepakati aplikasi zoom sebagai media untuk melakukan Video Confrence tersebut.
  3. Saya menyampaikan gagasan ini kepada peserta didik. Tujuannya adalah untuk mengetahui respon dan jadwal pelaksanaan Video Confrence tersebut. Setelah berdiskusi cukup Panjang, akhirnya disepakati bahwa pelaksanaan Video Confrence dilaksanakan pada hari Kamis, Tanggal 07 Mei 2020. Adapun alasan pemilihan tanggal tersebut karena pada tanggal tersebut merupakan tanggal merah sehingga tingkat partisipasi orang tua lebih tinggi.
  4. Pada tanggal 07 Mei 2020, Video Confrence dilaksanakan pada pukul 10.00 WIB. Video Confrence dilaksanakan selama 40 menit. Adapun poin-poin yang saya sampaikan adalah sebagai berikut:
  5. Latar belakang pelaksanaan PJJ yaitu adanya pendemi Covid 19 sehingga Mendikbud mengeluarkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19). Surat edaran ini juga menjelaskan tentang pembelajaran secara daring dan bekerja dari rumah dalam rangka pencegahan COVID 19 bagi guru dan bagi siswa untuk semua jenjang di seluruh Indonesia.
  6. Pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh di SMK Negeri 7 Medan, yaitu sesuai dengan jadwal pembelajaran seperti biasa. Sehingga saya menyampaikan kepada orang tua peserta didik bahwa anak-anak tetap belajar sesuai jadwal pelajaran. Oleh karena itu, saya meminta dukungan orang tua terhadap Pembelajaran Jarak Jauh ini. Ada hal yang menarik dari pembahasan ini. Ada orang tua siswa yang complain, “Anak saya pegang HP dari pagi hingga siang. Ketika saya tanya dia selalu menjawab sedang belajar. Kami para orang tua tidak tahu apakah anak kami benar-benar belajar atau tidak. Kami tidak pernah mendapatkan laporan hasil belajar anak kami”. Bagi saya, masukan ini merupakan salah satu point penting untuk segera ditindaklanjuti.
  7. Setelah berdiskusi dengan para orang tua siswa, akhirnya mereka memahami konsep PJJ yang diterapkan oleh SMKN 7 Medan. Saya selaku Ketua Kompetensi Keahlian BDP menyanggupi permintaan orang tua siswa untuk membuat laporan hasil belajar peserta didik selama PJJ.

Apa perasaan Anda Ketika sampai pada hasil akhir tersebut, mengapa?

Alhamdulillah saya merasa senang. Karena saya bisa mengatasi permsalahan rendahnya partisipasi peserta didik selama PJJ. Dan orang tua siswa memahami akan kondisi PJJ tersebut.

Pelajaran/hikmah apa yang Anda petik dari peristiwa ini?

  • Perlunya membangun komunikasi kepada pihak-pihak yang terlibat dalam PJJ khususnya orang tua siswa.
  • Perlunya koordinasi di semua lini yang terlibat dalam PJJ. 


Judul Peristiwa 4

Fajar Daulay Berhasil Membuat Laporan Hasil Belajar Siswa Secara Daring dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di Kompetensi Keahlian Bisnis daring dan Pemasaran (BDP) SMK Negeri 7 Medan.

Durasi Peristiwa

18 Mei 2020

Latar belakang peristiwa

Sebagai tindak lanjut dari laporan orang tua siswa ketika diadakannya video conference bahwa tidak ada laporan hasil belajar daring siswa sehingga orang tua tidak tahu apakah anaknya benar-benar belajar secara daring atau tidak.

Orang-orang yang terlibat

Saya, peserta didik dan orang tua peserta didik

Hasil akhir dari peristiwa ini

Adanya laporan hasil belajar secara daring dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di Kompetensi Keahlian Bisnis Daring dan Pemasaran (BDP) SMK Negeri 7 Medan meningkat.

Secara berurutan, langkah-langkah penting apa yang Anda lakukan untuk mencapainya

  1. Langkah pertama yang saya lakukan adalah menyiapkan data base nilai peserta didik dalam format Microsoft Office Excel. Adapun data yang saya input kedalam data base nilai siswa adalah Nama, NIS, Kelas, Nilai peserta didik baik nilai tugas dan nilai kuis dalam satu kompetensi dasar, Kehadiran, Sikap serta aktivitas peserta didik.
  2. Langkah kedua adalah saya mempersiapkan format untuk laporan hasil belajar peserta didik. Format ini saya siapkan dengan menggunakan Microsoft Office Word. Adapun Data yang saya input sama seperti data yang ada di data base nilai peserta didik.
  3. Langkah ketiga yang saya tempuh adalah menyiapkan formulir isian yang akan di isi peserta didik. Formulir ini saya buat dengan menggunakan Google Form. Adapun data yang diperlukan adalah NIS, Kelas dan email peserta didik. NIS dan kelas saya gunakan sebagai kata kunci untuk membaca data base peserta didik. Sedangkan email saya gunakan untuk mengirim secara otomatis laporan hasil belajar peserta didik.
  4. Langkah keempat yang saya lakukan adalah membuat respon terhadap formulir yang telah saya buat tadi. Dalam menggunakan respon saya menggunakan google spreadsheet. Setelah selesai membuat respon, saya mengupload file data base yang saya buat di Microsoft Excel ke Google Spreadsheet. Saya menempatkannya di sheet ke dua. Karena sheet pertama untuk respon yang di isi oleh peserta didik.
  5. Langkah kelima yang saya lakukan adalah meng-upload file Format Laporan Hasil Belajar Peserta Didik dalam bentuk Microsoft Word ke Google Drive. Setelah ter-upload, saya membuka file tersebut lalu menyimpannya Kembali ke dalam bentuk Google Document.
  6. Langkah selanjutnya adalah saya men-setting Format Laporan Hasil Belajar dalam bentuk Google Document. Tujuan men-setting format ini adalah agar data yang sudah ada di data base nilai siswa dapat masuk kedalam Format Laporan Hasil Belajar secara otomatis.
  7. Langkah ketujuh yang saya lakukan adalah menghubungkan sheet respon dengan sheet data base dengan menggunakan rumus excel. Tujuannya adalah agar Ketika peserta didik memasukkan NIS dan Kelas yang sudah kita set menjadi kata kunci di formulir dapat terhubung dengan data-data peserta didik yang ada di data base.
  8. Langkah kedelapan adalah menghubungkan antara Respon dengan Format Laporan Hasil Belajar. Untuk menghubungkannya saya menggunakan add on Autocrat yang ada di file respon yang dalam bentuk Google Spreadsheet.
  9. Langkah kesembilan yang saya lakukan adalah menyebarkan link formulir yang akan di isi oleh peserta didik. Peserta didik akan memasukkan NIS, Kelas dan email aktif mereka lalu Laporan Hasil Belajar Peserta Didik akan terkirim secara otomatis ke email peserat didik. Saya selalu mengecek file respon secara berkala untuk melihat peserta didik mana yang sudah mengisi data dan mana yang belum.
  10. Yang terakhir, saya meminta peserta didik untuk mem-print laporan tersebut lalu meminta mereka agar laporan tersebut ditandatangani oleh orang tua mereka. Setelah ditandatangani oleh orang tua, peserta didik harus mem-foto laporan tersebut ketika dipegang oleh orang tua dan mengirim foto tersebut ke saya. Khusus bagi siswa yang tidak memiliki printer atau kesulitan dalam menge-print laporan tersebut. Saya memberi kemudahan dengan cara mereka harus mem-foto orang tua mereka Ketika melihat laporan hasil belajar tersebut dan mengirimnya ke saya.

Apa perasaan Anda Ketika sampai pada hasil akhir tersebut, mengapa?

Alhamdulillah saya merasa senang. Karena saya bisa membuat Laporan Hasil Belajar Peserta Didik secara otomatis selama PJJ. Dan orang tua siswa mengetahui perkembangan belajar anaknya selama PJJ.

Pelajaran/hikmah apa yang Anda petik dari peristiwa ini?

  • Guru harus terus berinovasi dalam memajukan dunia Pendidikan khususnya selama masa PJJ ini.
  • Orang tua sebagai stakeholder harus dilayani secara baik khususnya keinginan mereka untuk mengetahui perkembangan hasil belajar anakny. Karena jangan sampai orang tua berpikiran anak mereka sudah belajar karena mulai pagi hingga sore anak-anak mereka selalu menggunakan gawai.

Tata Cara Mengerjakan Tugas 3

Berikut adalah tugas 3 bagi Siswa Kelas XI BDP SMKN 7 Medan.

Silahkan amati dan analisis web https://www.fajardaulay.com/ 

  1. Menurut pendapat Anda, jenis web apa web https://www.fajardaulay.com/ ? Jelaskan!
  2. Silahkan baca 5 artikel yang ada di https://www.fajardaulay.com/. Komentari masing-masing artikel yang telah kamu baca. Atau memberi tanggapan atas komentar temanmu.
  3. Screen shot komentarmu 
  4. Upload hasil SS ke google drive. Copy link-nya (seperti cara mengerjakan tugas di kantong tugas ya)
  5. Seluruh tugas ini di kumpul di halaman kantong tugas.
Khusus pertanyaan 1, silahkan di jawab di classroom dan untuk penugasan membaca artikel. Cara mengerjakannya adalah sebagai berikut:

1. Silahkan klik halaman https://www.fajardaulay.com/ 

2. Silahkan pilih salah satu artikel yang akan Anda baca. Silahkan baca hingga akhir artikel. Dibagian 

    bawah ada kolom komentar. Silahkan isi komentar Anda terhadap artikel tersebut. Setelah di isi, klik 

    publish. 

3. Silahkan Screen Shot hasil komentar Anda dan upload ke google drive. Langkah-langkahnya sama 

    seperti tugas yang kemarin. Atau klik link berikut ini Cara upload SS ke google drive




IKLAN PPC


Internet yang menyediakan platform yang besar untuk iklan produk dan layanan online. Pengiklan di seluruh dunia telah menunjukkan minat dalam membuat baik penggunaan Internet yang mana hari ini untuk memasarkan berbagai produk dan mempercepat kegiatan bisnis mereka dengan menjangkau banyak pengguna.

Anda mungkin menyadari metode konvensional mendorong pemasaran yang melibatkan penggunaan brosur, iklan televisi, iklan radio, spanduk, tagihan, dll dimana orang yang didorong untuk, mendengar, dan melihat produk atau jasa yang mereka tawarkan.

Sangat bertentangan dengan model tradisional, metode terbaru marketing internet  melibatkan teknik-teknik yang inovatif untuk menangkap lebih banyak bola mata dan menarik lalu lintas online untuk mengunjungi, mendengarkan, melihat, atau membeli produk atau layanan yang ditawarkan. Hal ini dilakukan melalui model yang sekarang menjadi secara luas dianggap sebagai Pay Per Click (PPC). Ini adalah model sukses untuk iklan internet yang mengarahkan lalu lintas online ke situs web tertentu, di mana pengiklan membayar penerbit jumlah tertentu saat iklan mereka diklik.

Pada postingan kali ini akan memberikan pengenalan dari PPC sebagai konsep dan menjelaskan peran entitas yang terlibat dalam alur kerja seluruh PPC periklanan.

Apa itu PPC?

PPC adalah singkatan dari pay-per-click. Ini adalah jenis digital marketing dimana sebuah bisnis membayar setiap kali iklan mereka diklik. PPC bisa dibilang sebagai cara untuk membeli visit atau kunjungan ke website Anda dan bukan mendapatkan traffic website secara organic.

Pay Per Click (PPC) adalah sistem periklanan internet yang dimaksudkan untuk mengarahkan lalu lintas online untuk situs web tertentu di mana pengiklan membayar penerbit harga tertentu ketika iklan yang diklik.

PPC berdiri untuk membayar Per klik. Ini adalah model pemasaran internet dimana pengiklan menggunakan penayang situs web untuk memasarkan produk atau layanan melalui iklan. Penerbit dibayar oleh pengiklan tertentu bila pengguna mengklik iklan mereka. Ini adalah pemasaran internet jenis membeli kunjungan pengguna ke situs.

PPC sendiri terdiri dari beberapa macam iklan, yaitu:

Search advertising.

Search advertising adalah salah satu jenis PPC yang paling terkenal. Anda sendiri pasti pernah melihatnya. Ini adalah jenis iklan yang muncul di search engine result page atau halaman hasil pencarian seperti misalnya Google dan Bing. Kalau Anda mencari sesuatu di Google, mungkin Anda sadar bahwa hasil yang berada di atas memiliki logo “Ad” kecil di depannya, seperti gambar di bawah ini:

Ini adalah iklan dan kalau Anda klik, pemasang iklan tersebut baru akan membayar biaya advertisingnya. Jenis PPC yang satu ini memang bisa dibilang sebagai jenis PPC yang paling cepat menghasilkan traffic website. Untuk melakukan search advertising di Google, Anda bisa memanfaatkan produk advertising Google yaitu Google Ads. Ini akan dibahas lebih lanjut di artikel ini.

Social advertising.

Anda juga mungkin pernah melihat iklan saat Anda sedang scroll feed Instagram atau Facebook Anda.

Meskipun sering dikategorikan sebagai social media marketing, ini juga sebenarnya merupakan bagian dari PPC. Sama halnya dengan search advertising, Anda juga hanya akan membayar jika ada yang mengklik link yang Anda sertakan di postingan social media tersebut.

Remarketing.

Mungkin Anda pernah mengunjungi sebuah website dan melihat iklan mereka muncul di website lain atau feed social media Anda; ini adalah remarketing. Ini juga menjadi salah satu metode PPC yang dianggap paling efektif karena strategi ini menargetkan orang-orang yang memang sudah tertarik dengan website, brand, atau bisnis Anda. Remarketing bersifat mengingatkan pengunjung website agar kembali lagi ke website Anda dan melakukan transaksi.

Display advertising.


Display advertising memperlihatkan iklan Anda di semua website partner Google. Anda bisa memilih audience iklan agar lebih tepat sasaran. Dengan begini Anda tidak membuang waktu dan biaya. Dengan menggunakan text dan gambar, iklan Anda tentunya akan menjadi lebih menarik.

Google shopping.

Kalau Anda sedang mencari barang di Google, Anda mungkin pernah melihat kotak-kotak yang mengarahkan Anda ke halaman produk yang Anda cari di berbagai website e-commerce, seperti gambar di bawah ini:

Jika bisnis Anda bergerak di bidang e-commerce, Google Shopping bisa sangat membantu karena pembeli dapat melihat langsung gambar barang, nama produk, dan harganya sebelum mereka masuk ke website Anda. Dengan ini, kemungkinan terjadinya transaksi menjadi lebih tinggi dan return on investment (ROI) Anda bisa menjadi lebih maksimal.

Mungkin ada dari Anda yang berpikir mengapa kita perlu melakukan PPC kalau Anda bisa mendapatkan traffic secara organic dan gratis? Berikut adalah beberapa alasan mengapa Anda juga perlu melakukan PPC untuk memaksimalkan traffic website yang Anda dapatkan.

Target customer yang lebih tepat 

Memasang iklan dengan PPC memperbolehkan Anda untuk menargetkan audience dengan lebih tepat. Ada banyak pilihan saat Anda mengatur iklan pay-per-click Anda misalnya berdasarkan demographics, hobi, dan bahkan device apa yang mereka gunakan. Karena sekarang semakin banyak orang yang mengakses website dari smartphone, ini tentunya menjadi keuntungan tersendiri. Selain itu, Anda juga bisa melakukan re-targeting (yang dilakukan di remarketing) untuk menarik kembali orang yang sudah mengunjungi website kita agar mereka melakukan transaksi.

Budget yang lebih terkontrol 

Memasang iklan biasanya memakan biaya yang besar. Kalau Anda menggunakan PPC, Anda tidak perlu khawatir karena Anda bisa mengkontrol budget PPCnya. Dengan PPC, Anda bisa mengatur budget bulanan dan hariannya agar Anda tidak kelewatan budget. Selain itu, budget pay-per-clicknya bisa Anda edit dan sesuaikan kapan saja. Jadi kalau Anda ingin menambahkan budget Anda setelah melihat hasil yang postif, Anda bisa melakukannya kapan saja. Semakin tinggi budget Anda, semakin sering ads Anda akan muncul. Terkadang keyword yang lebih banyak digunakan membutuhkan biaya yang lebih besar.

Return on Investment (ROI) yang lebih besar 

Salah satu alasan mengapa PPC popular adalah karena Anda hanya perlu membayar jika ada yang mengklik iklan Anda. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, dengan PPC, kemungkinan besar Anda akan mendapat ROI yang lebih besar. Iklan berbayar ini bekerja lebih efektif karena audience iklannya sudah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan Anda.

Berpengaruh baik untuk SEO 

Aturan SEO selalu berubah-ubah karena Google sering mengubah dan mengupdate algoritma SEO. Pay-per-click bisa membantu SEO website Anda jika Anda lakukan secara bersamaan. SEO organic membutuhkan waktu untuk bisa selalu muncul di halaman pertama Google. Sementara PPC akan memberi Anda hasil instan. Anda bisa langsung muncul di ranking pertama halaman hasil pencarian untuk keyword Anda. PPC juga bisa menjadi riset untuk mencari keyword mana yang menghasilkan pengunjung website paling banyak. Nantinya keyword ini bisa Anda gunakan di strategi SEO Anda.

Sumber:

https://www.dewaweb.com/blog/ppc/

http://www.gustisearch.com/p/blog-page_4.html

https://www.kapalomen.com/2016/06/ppc-pay-per-click-periklanan-yang-membayar-pengunjung-bayar-per-klik.html

https://www.ecwid.com/id/blog/how-to-sell-on-google-shopping.html


PERBEDAAN WEBSITE STATIS DAN DINAMIS

 

Berdasarkan teknologinya web dapat dibagi menjadi dua, yaitu Web Statis dan Web Dinamis. Web statis adalah website yang mana pengguna tidak bisa mengubah konten dari web tersebut secara langsung menggunakan browser. Contoh dari web statis adalah web yang berisi profil perusahaan. Di sana hanya ada beberapa halaman saja dan kontennya hampir tidak pernah berubah karena konten langsung diletakan dalam file HTML saja. Sedangkan website dinamis adalah website yang memungkinan adanya perubahan secara berkala oleh pengguna website tersebut. Contoh dari web dinamis adalah portal berita dan jejaring sosial. Lihat saja web tersebut, isinya sering diperbaharui (di-update) oleh pemilik atau penggunanya. Bahkan untuk jejaring sosial sangat sering di-update setiap harinya. Oleh karena itu website dinamis akan lebih mudah digunakan jika dibandingkan dengan website statis.

Perbedaan Web Statis dan Web Dinamis

Aspek Pembeda

Web Statis

Web Dinamis

Interaksi

Tidak dimungkinkan terjadinya interaksi antara pengunjung dengan pemilik web

Terdapat interaksi antara pengunjung dengan pemilik web seperti memberikan komentar, transaksi online, forum, dll.

Bahasa Script

Menggunakan HTML saja, atau paling tidak bisa ditambah dengan CSS

Menggunakan bahasa pemrograman web yang lebih kompleks seperti PHP, ASP dan JavaScript

Database

Tidak menggunakan database karena tidak ada data yang perlu disimpan dan diproses

Menggunakan database seperti MySQL, Oracle, dll untuk menyimpan dan memroses data

Konten

 

Hanya diberikan oleh pemilik web dan jarang di-update

Bisa berasal dari pengunjung dan lebih sering di-update

Ukuran

 

Ukuran yang lebih kecil karena sistem pemograman dalam website ini tidaklah terlalu rumit

Ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan website statis dikarenakan bahasa dan sistem pemograman lebih kompleks sehingga pada saat diakses memerlukan waktu yang sedikit lebih lama

Desain

Memiliki desain yang sangat sederhana bahkan desain-desain yang tersedia juga sangatlah klasik

Memiliki desain yang lebih beranekaragam dan juga kekinian. Anda bisa menambahkan berbagai animasi tambahan untuk mempercantik tampilan website. Namun kembali lagi dengan keahlian pemilik website untuk melakukan perubahan desain sehingga website lebih menarik

Pembuatan Awal

Lebih mudah dikarenakan tidak memiliki banyak bahasa pemograman lain halnya

Anda harus mendirikannya dari nol dengan waktu pembuatan yang lama hampir satu bulan

Kegunaan Website

Biasanya digunakan sebagai situs penjualan dimana konten yang ada di dalamnya hanya ada produk dan juga kontak dari pemilik website yang bisa dihubungi

Memliki banyak kegunaan seperti toko online, situs sosial media yang memungkinkan banyak terjadi interaksi

Selain perbedaan, website statis dan dinamis memiliki persamaan. Persamaan web statis dan web dinamis yaitu sama-sama keduanya merupakan suatu website yang menampilkan halaman yang ditampilkan di internet yang memuat informasi tertentu (khusus).

 

Sumber:

http://blog.unnes.ac.id/ayukwitantri/2016/03/18/pengertian-perbedaan-web-statis-dan-web-dinamis/

https://promohosting.id/perbedaan-web-statis-dan-dinamis/

https://www.dicoding.com/blog/ngoding-web-dinamis-atau-statis/

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KEPENGAWASAN SMK DI KOTA TEBING TINGGI

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN 
KEPENGAWASAN SMK DI KOTA 
TEBING TINGGI


ABSTRAK

 

Fajar Efendi Daulay. Analysis of Implementation of Vocational High School Supervision Policy in Tebing Tinggi. Thesis: Department of Post Graduate State University of Medan. 2017

This study aims to determine the implementation of supervision policy in Tebing Tinggi. The subjects of this research are Head of Education Office of City of Tebing Tinggi, coordinator of vocational supervisor, principal and teacher. This study uses the Mazmanian model. Data collection is done by interview, documentation and observation. Data were analyzed by means of reduction, categorization, synthesis, and developing work hypothesis. The result of the research shows that technical difficulties of the policy of Permenpan RB no. 21 Year 2010 can be overcome with the existence of Permendiknas No. 143 of 2014 on Technical Guidelines for the Implementation of Functional Position of School Supervisor and Credit Score. Permenpan RB No. 21 of 2010 requires professional supervisors who can improve the quality of education by changing the mindset and behavior of school supervisors that will impact the mindset and behavior of principals and teachers. The structure of the policy implementation process contained in the policy material of Vocational High School (SMK) supervision in Tebing Tinggi. At this stage it begins in the analysis is the clarity and consistency of goals. Permenpan RB No. 21 of 2010 explains the main task of school supervisors is to conduct academic and managerial supervision. External factors influencing the implementation of SMK supervision policy in Tebing Tinggi include socio-economic and technological conditions, high public support, and leadership agreements and leadership of the executing officials. The conclusion of this study is that the implementation of supervision policy in Tebing Tinggi has not been implemented in accordance with Permenpan RB no. 21 of 2010

Keywords: Implementation, Supervision, Policy


ABSTRAK

Fajar Efendi Daulay. Analisis Implementasi Kebijakan Kepengawasan SMK di Kota Tebing Tinggi. Tesis: Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan. 2017

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan kebijakan pengawasan di Tebing Tinggi. Subyek penelitian ini adalah Kepala Dinas Pendidikan Kota Tebing Tinggi, koordinator pengawas SMK, kepala sekolah dan guru. Penelitian ini menggunakan model Mazmanian dan Sabatier. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, dokumentasi dan observasi. Data dianalisis dengan cara reduksi, kategorisasi, sintesis, dan pengembangan hipotesis kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan teknis kebijakan Permenpan RB no. 21 Tahun 2010 dapat diatasi dengan adanya Permendiknas No. 143 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya. Permenpan RB Nomor 21 Tahun 2010 mewajibkan pengawas profesional yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan dengan mengubah pola pikir dan perilaku pengawas sekolah yang akan berdampak pada pola pikir dan perilaku kepala sekolah dan guru. Struktur proses implementasi kebijakan yang terkandung dalam kebijakan pengawasan SMK di Tebing Tinggi. Pada tahap ini dimulai dalam analisis kejelasan dan konsistensi dari tujuan. Permenpan RB Nomor 21 Tahun 2010 menjelaskan tugas pokok pengawas sekolah adalah melakukan pengawasan akademik dan manajerial. Faktor eksternal yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan pengawasan SMK di Tebing Tinggi meliputi kondisi sosio-ekonomi dan teknologi, dukungan publik yang tinggi, dan kesepakatan kepemimpinan dan kepemimpinan pejabat pelaksana. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa penerapan kebijakan pengawasan di Tebing Tinggi belum dilaksanakan sesuai dengan Permenpan RB no. 21 tahun 2010

Kata kunci: Implementasi, Pengawasan, Kebijakan




B A B  1 
P E N D A H U L U A N


1.1. Latar Belakang

            Produk kebijakan merupakan hal yang pasti ada dalam suatu negara, begitu juga di Indonesia yang sudah menghasilkan banyak produk-produk kebijakan, baik pada pemerintah daerah berupa perda-perda, keputusan bupati/walikota ataupun Gubernur, maupun yang ada pada tingkat pemerintahan pusat berupa undang-undang, peraturan perundang-undangan, peraturan pemerintah, keputusan presiden, peraturan mentri. Produk kebijakan itupun juga sangat beragam dikarenakan produk kebijakan itu sendiri lahir dari segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara seperti bidang politik, ekonomi, budaya, sosial, pertahanan, keamanan, kesehatan, pendidikan, pembangunan dan berbagai bidang lainnya.

            Dari sekian banyak kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah hingga saat ini, kebijakan di bidang pendidikan merupakan salah satu yang menjadi perhatian oleh sebagian pihak karena kebijakan di bidang pendidikan merupakan kebijakan mendasar yang sangat sentral dalam proses bernegara dengan pertimbangan tujuan akhir dari kebijakan pendidikan itu sendiri. Kebijakan untuk meningkatkan mutu pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah salah satunya adalah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Dalam rangka melaksanakan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang mencakup standar: (1) isi; (2) proses; (3) kompetensi lulusan; (4) pendidik dan tenaga kependidikan; (5) sarana dan prasarana; (6) pengelolaan; (7) pembiayaan; dan (8) standar penilaian pendidikan. Standar-standar tersebut di atas merupakan acuan dan sekaligus kriteria dalam peningkatan dan penjaminan mutu penyelenggaraan pendidikan. Salah satu standar yang memegang peran penting dan strategis dalam peningkatan mutu pendidikan adalah standar pendidik dan tenaga kependidikan. Pengawas satuan pendidikan merupakan salah satu komponen tenaga kependidikan yang perlu ditingkatkan mutunya.

            Selanjutnya pengawasan terhadap delapan Standar Nasional Pendidikan dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008, tentang penugasan pengawas sekolah yang mengatur tentang jumlah sekolah yang dibina oleh pengawas SMK minimal sejumlah 7 sekolah, sedangkan untuk pengawas mata pelajaran guru yang dibina minimal 40 orang. Hal ini diperkuat juga dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas dan Angka Kreditnya Pasal 6 Ayat 2b menyatakan "untuk sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah dan sekolah menengah atas/madrasah aliyah/sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan paling sedikit 7 satuan pendidikan dan/atau 40 (empat puluh) Guru mata pelajaran/kelompok mata pelajaran".

            Menurut undang-undang dan peraturan yang berlaku, keberadaan pengawas sekolah jelas dan tegas. Namun dalam implementasinya, pengawas sekolah belum terbebas dari berbagai masalah. Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam keseluruhan struktur kebijakan. Tahap ini menentukan apakah kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah benar-benar aplikabel di lapangan dan berhasil menghasilkan output dan outcomes seperti direncanakan. Untuk dapat mewujudkan output dan outcomes yang ditetapkan, maka kebijakan publik perlu untuk diimplementasikan tanpa diimplementasikan maka kebijakan tersebut hanya akan menjadi catatan-catatan elit sebagaimana dipertegas oleh Udoji (dalam Agustino, 2006) yang mengatakan bahwa pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan.

            Banyak model untuk menganalisis proses implementasi kebijakan yang dapat digunakan. Salah satunya adalah model implementasi rasional atau Top-Down. Penggunaan model ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi faktor-faktor mana yang membuat implementasi sukses. Van Meter dan Van Horn (1975) yang memakai pandangan bahwa implementasi perlu mempertimbangkan isi atau tipe kebijakan; Hood (1976) memandang implementasi sebagai administrasi yang sempurna; Gun (1978) memandang beberapa syarat untuk mengimplementasikan kebijakan secara sempurna; Grindle (1980) lebih memandang implementasi sebagai proses politik dan Administrasi. Sedangkan, Sebatier dan Mazmanian (1979) melihat implementasi dari kerangka analisisnya. Menurut Mazmanian dan Sabatier (dalam Subarsono, 2010: 94), ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, antara lain sebagai berikut : 1) mudah tidaknya variabel dikendalikan; 2) Kemampuan kebijakan untuk menstruktur proses implementasi; 3) Variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi.

            Posisi model top-down yang diambil oleh Sabatier dan Mazmanian terpusat pada hubungan antara keputusan-keputusan dengan pencapaiannya, formulasi dengan implementasinya, dan potensi hirarki dengan batas-batasnya, serta kesungguhan implementers untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kebijakan tersebut. Model implementasi yang dikemukakan oleh Sebatier dan Mazmanian pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan model pendekatan top-down sebagaimana dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn (1975); Hood (1976); Gun (1978); dan Grindle (1980) dalam hal perhatian terhadap kebijakan dan lingkungan kebijakan. Hanya saja pemikiran Sebatier dan Mazmanian menganggap bahwa suatu implementasi akan efektif apabila birokrasi pelaksananya mematuhi apa yang telah digariskan oleh peraturan (petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk teknis). Dengan demikian, dapat dipahami jika model implementasi sebagaimana dikemukakan oleh Sebatier dan Mazmanian lebih difokuskan pada kesesuaian antara apa yang ditetapkan dengan pelaksanaan program tersebut (Dicta, 2008).

           Ketidaksesuaian antara apa yang ditetapkan dengan pelaksanaan program/kebijakan juga dialami di dunia pendidikan khususnya kebijakan kepengawasan sekolah. Hal ini sesuai dengan pendapat Almannie (2015 : 170) menjelaskan bahwa school superintendents face challenges for the  implementation  of policies and regulation. Most of them are not prepared to development of education in their school and they tend to act more as mangers than educational leaders. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengagawas sekolah menghadapi tantangan dalam pelaksanaan kebijakan dan perundang-undangan dalam mengembangkan pendidikan. Sejalan dengan hal tersebut Paulsen (2014 : 815) menjelaskan bahwa the relationship supervisory positions with the political system. The school superintendent in implementing the policy is influenced by the local political system. So that policy implementation is not running as they should be. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan posisi pengawas dengan sistem politik. Pengawas sekolah dalam mengimplementasikan kebijakan diperngaruhi oleh sistem politik lokal. Sehingga implementasi kebijakan tidak berjalan dengan seharusnya. Hal ini diperkuat oleh Priadi ( 2011 : 75-76) menerangkan bahwa dalam kerangka otonomi daerah promosi jabatan pengawas sekolah menjadi kewenangan bupati/walikota. Seyogyanya jabatan pengawas ini diisi oleh guru yang memang memenuhi kriteria administratif dan profesional namun bupati/walikota untuk menjadikannya alat politik baru bagi para politisi di tingkat daerah.

            Permasalahan kepengawasan lebih spesifik dijelaskan Arikunto (2006 : 3-5) bahwa kewenangan kabupaten/kota jauh lebih besar daripada kewenangan provinsi dan kewenangan pemerintah pusat sehingga berdampak pada timbulnya berbagai masalah terkait dengan implementasi kebijakan yang menyangkut masalah kepengawasan, mulai dari beban tugas pengawas belum diatur dengan baik, belum ada pembedaan jumlah sekolah yang dibina didasarkan atas jarak lokasi sekolah yang dibina, sasaran kegiatan pengawasan masih campur antara aspek akademik dan administratif, dengan sedikit cenderung mengutamakan administratif, perihal kepada siapa laporan yang telah dibuat oleh pengawas tersebut diserahkan dan siapa yang harus memeriksa, serta mau diapakan informasi yang diperoleh. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa hasil dari kinerja guru belum diketahui dengan baik oleh pihak atasan, apalagi dimanfaatkan sebagai bahan untuk pembinaan karir selanjutnya. Dalam laporan pertanggungjawaban Kepala Dinas Pendidikan, belum disebutkan secara eksplisit upaya dan hasil pembinaan yang telah dilakukan terhadap sumber daya manusia (khususnya SDM akademik, yaitu kepala sekolah dan guru) yang ada dalam wilayah pertanggung jawaban pengelolaannya. Lebih lanjut Wastandar (2015 : 8) mengatakan bahwa masalah implementasi kebijakan kepengawasan sekolah mulai dari 65% kualifikasi pendidikan pengawas dikmen belum S2, rekruitmen tidak didasarkan pada kompetensi, jabatan dan karir pengawas belum dioptimalkan dan dihargai, sebagian besar kurang menguasai kompetensi khususnya supervisi akademis, citra dan wibawa pengawas akademik masih rendah, program pelaksanaan dan evaluasi  belum terpola dan terprogram dengan baik, laporan pengawasan belum dimanfaatkan untuk  pengambilan keputusan, fasilitas dan daya dukung belum memadai.

          Masalah - masalah seperti ini juga dijumpai di Kota Tebing Tinggi yang memiliki Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yakni 15 sekolah terdiri dari empat SMK Negeri dan sebelas SMK Swasta, dengan rincian jumlah guru sebagai berikut :

Tabel 1.1. Jumlah Guru SMK di Kota Tebing Tinggi

No

Guru

Status Guru

Total

Keterangan

PNS

Non PNS

1

Guru Normatif

58

54

112

 

2

Guru Adaptif

69

68

137

 

3

Guru Produktif

91

87

178

 

Jumlah

218

209

427

 

Sumber : Wawancara dengan kordinator pengawas SMK pada tanggal 18-01-2017

            Berdasarkan tebel di atas, jumlah guru SMK adalah 427. Kondisi ini tidak sebanding dengan jumlah pengawas SMK sejumlah 7 orang, terdiri dari 3 orang pengawas mata pelajaran kejuruan / produktif, 4 orang pengawas mata pelajaran adaptif/normatif. Dengan jumlah pengawas SMK yang terbatas masih belum memadai dengan pemenuhan kebutuhan pengawas. Hal ini merupakan kendala bagi Pengawas Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dalam memaksimalkan pembinaan – pembinaan baik pembinaan manajerial bagi kepala sekolah maupun pembinaan akademik bagi guru-guru mata pelajaran.

            Hasil wawancara dengan koordinator pengawas di Kota Tebing Tinggi pada tanggal 18 Januari 2017 adalah bahwa pengawas SMK di Kota Tebing Tinggi belum difungsikan secara optimal oleh manajemen pendidikan. Selain itu struktur organisasi pengawas, pola pengawas, kesejahteraan, kompetensi pengawas serta tidak tercantumnya anggaran untuk pengawas sekolah dalam anggaran belanja daerah menambah daftar permasalahan pengawas sekolah.

            Apa yang telah digambarkan di atas adalah suatu permasalahan yang ada dalam implementasi kebijakan kepengawasan di mana kebijakan kepengawasan ini masih memiliki beberapa kelemahan yang tentunya kelemahan ini adalah suatu masalah dalam realisasi suatu kebijakan. Oleh karena itu dalam penelitian ini kebijakan kepengawasan di Tebing Tinggi akan coba penulis analisis dengan menggunakan model implememtasi yang dikembangkan oleh Daniel Mazmanian dan Paul Sabtier untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan kepengawasan SMK di Tebing Tinggi.

 1.2        Fokus Penelitian

            Berdasarkan permasalahan di atas, yang menjadi fokus penelitian dalam penelitian ini adalah implementasi kebijakan kepengawasan SMK di Kota Tebing Tinggi pada tahun 2017.

 1.3        Masalah

            Adapun yang menjadi pemasalahan dalam penelitian ini adalah :

1.   Bagaimana tingkat kemudahan dan kesulitan pengendalian implementasi kebijakan kepengawasan SMK di Kota Tebing Tinggi?

2. Bagaimana struktur proses implementasi kebijakan yang tertuang dalam materi kebijakan kepengawasan SMK di Kota Tebing Tinggi?

3.    Faktor eksternal apa saja yang mempengaruhi implementasi kebijakan kepengawasan SMK di Kota Tebing Tinggi?

4.     Bagaimana proses implementasi kebijakan kepengawasan SMK di kota Tebing Tinggi?

 1.4        Tujuan Penelitian

         Berdasarkan rumusan masalah di atas,  maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tingkat kemudahan dan kesulitan pengendalian implementasi kebijakan kepengawasan SMK di Kota Tebing Tinggi.

2.  Untuk mengetahui struktur proses implementasi kebijakan yang tertuang dalam materi kebijakan kepengawasan SMK di Kota Tebing Tinggi.

3. Untuk mengetahui faktor eksternal apa saja yang mempengaruhi implementasi kebijakan kepengawasan SMK di Kota Tebing Tinggi.

4.      Untuk mengetahui proses implementasi kebijakan kepengawasan SMK di kota Tebing Tinggi.

 

1.5        Manfaat Penelitian

          Penelitian ini akan bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis kepada beberapa pihak sebagai berikut:

1.      Manfaat Teoritis

      Secara teoritis penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang kebijakan publik untuk mengkaji dan menganalisis rumusan kebijakan kepengawasan SMK, mengkaji dan menganalisis implementasi kebijakan kepengawasan SMK, serta mengkaji dan merumuskan model alternatif program kepengawasan SMK Kota Tebing Tinggi.

 2.      Manfaat Praktis

    Penelitian ini akan bermanfaat bagi pemerintah Kota Tebing Tinggi, unit/dinas terkait, termasuk sekolah terutama pada jenjang SMK atau sederajat dalam mengimplementasikan kebijakan kepengawasan SMK dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Adapun pihak-pihak yang memperoleh manfaat dari penelitian ini adalah:

  1.  Kepala Dinas Pendidikan Sumatara Utara, Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam melakukan pengembangan dan perekrutan pengawas SMK sesuai dengan kebijakan kepengawasan yang berlaku.
  2. Kordinator Pengawas SMK di Kota Tebing Tinggi, Sebagai bahan masukan untuk pembinaan pengawas sekolah, peningkatan kompetensi serta profesionalisme pengawas sekolah.
  3.  Pengawas SMK di Kota Tebing Tinggi, Sebagai dasar pengembangan dan perbaikan mutu profesi pengawas sekolah.
  4. Kepala sekolah dan guru SMK di Kota Tebing Tinggi, Sebagai informasi tentang pengawas SMK yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. 
  5. Penelitin selanjutnya, Sebagai bahan referensi untuk peneliti selanjutnya



BAB III
METODE PENELITIAN

 

2.1.1.      Subjek Penelitian

            Subjek yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pihak-pihak yang dapat  memberikan informasi terkait data yang dibutuhkan dalam penelitian yaitu : Pertama, informan utama adalah kepala dinas pendidikan karena merupakan pimpinan tertinggi di lembaga tersebut serta koordinator pengawas SMK sebagai pimpinan pengawas. Dengan mewawancarai koordinator pengawas SMK, peneliti mendapatkan informasi dengan tingkat keabsahan data yang tinggi. Koordinator pengawas SMK memberikan arahan-arahan untuk mengembangkan penelitian secara lebih mendalam. Kedua, pengawas SMK, pertimbangan peneliti dalam menwawancarai pengawas SMK dikarenakan peneliti menganggap pengawas SMK inilah yang terjun ke lapangan dalam rangka severvisi manajerial dan supervisi akademik, sehingga diharapkan peneliti mampu mendapatkan data yang lebih akurat mengenai peran pengawas dalam rangka mengimplementasi kebijkaan kepengawas SMK di Kota Tebing TinggiKetigakepala SMK yang berjumlah 4 orang dan guru-guru SMK, pertimbangan peneliti dalam mewawancarai kepala SMK dan guru SMK dikarenakan mereka berhubungan langsung dengan pengawas SMK.

3.2.   Jenis Data

1.   Data Primer

            Menurut Nasution data primer adalah data yang dapat diperoleh langsung dari lapangan atau tempat penelitian (Moleong, 2010:157). Sedangkan menurut Lofland bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan. Kata-kata dan tindakan merupakan sumber data yang diperoleh dari lapangan dengan mengamati atau mewawancarai. Peneliti menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi langsung tentang implementasi kebijakan SMK di kota Tebing Tinggi. Dalam penelitian ini subjek penelitian dipilih berdasarkan teknik purposive sampling dengan berusaha memasukkan ciri-ciri tertentu terhadap responden. Tujuan penggunaan teknik ini untuk memperoleh informasi  yang jelas tentang implementasi kebijakan SMK di kota Tebing Tinggi.

2.   Data Sekunder

            Data sekunder adalah data-data yang didapat dari sumber bacaan dan berbagai macam sumber lainnya yang terdiri dari surat-surat pribadi, buku harian, notula rapat perkumpulan, sampai dokumen-dokumen resmi dari berbagai instansi pemerintah  (Moleong,2010:159).  Data  sekunder  juga  dapat  berupa  majalah, buletin, publikasi dari berbagai organisasi, lampiran-lampiran dari badan-badan resmi seperti kementrian-kementrian, hasil-hasil  studi, tesis, hasil survey,  studi histories, dan sebagainya. Peneliti menggunakan data sekunder ini untuk memperkuat penemuan dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui wawancara lansung. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang didapat dari arsip kordinator pengawas.           

3.3.      Teknik Pengumpulan Data

1.   Wawacara

            Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan pewawancara (interviewer) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2010: 186).  Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara semi terstruktur. Jenis wawancara ini mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok yang dirumuskan tidak perlu dipertanyakan secara berurutan (Moleong, 2010: 187).

           Tujuan peneliti menggunakan metode ini adalah untuk memperoleh data secara jelas dan konkret tentang bagaimana implementasi kebijakan SMK di kota Tebing Tinggi. Peneliti menggunakan metode ini sebagai petunjuk wawancara yang hanya berisi petunjuk secara garis besar tentang proses dan isi wawancara untuk menjaga agar pokok-pokok yang direncanakan dapat seluruhnya tercakup. Pelaksanaan wawancara dan pengurutan pertanyaan disesuaikan dengan keadaan responden dalam konteks wawancara sebenarnya.

         Peneliti menggunakan wawancara semi terstruktur (indepth interview) dengan menggunakan interview guide yang pokok kemudian pertanyaan dikembangkan seiring atau sambil bertanya setelah informan tersebut menjawab sehingga terjadi wawancara yang interaktif antara peneliti dengan informan. Wawancara dilakukan sambil direkam sehingga data yang diperoleh dapat dikonfirmasi kembali.

2.   Dokumentasi

            Metode dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data yang digunakan dalam metodologi penelitian sosial. Pada intinya metode dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk menelusuri data horistik. Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan beberapa dokumen resmi, berupa arsip implementasi kebijakan SMK di kota Tebing Tinggi, seperti peraturan menteri, data jumlah pengawas, kepala sekolah dan guru, rencana strategis, standar operasional prosedur dan lain sebagainya. Selanjutnya, sebagai dokumentasi pribadi, peneliti memiliki foto-foto tentang wawancara, observasi dengan pengawas, kepala sekolah dan guru  di Kota Tebing Tinggi.

3.   Observasi

       Observasi langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut. Observasi atau pengamatan merupakan salah satu teknik penelitian yang sangat penting. Pengamatan itu digunakan karena berbagai alasan (Moleong, 2010 : 242). Observasi ini digunakan untuk penelitian yang telah direncanakan secara sistematik tentang bagaimana implementasi kebijakan SMK di kota Tebing Tinggi.

       Tujuan menggunakan metode ini untuk mencatat hal-hal, perilaku tentang bagaimana implementasi kebijakan SMK di kota Tebing Tinggi. Dalam observasi ini peneliti mencari dan mengamati beberapa hal antara lain pelaksanaan suvervisi manajerial dan supervisi akademik, penyusunan laporan, program pengawas.

 3.4.      Analisis Data

            Manurut Patton (dalam Moleong, 2010:280), teknik analisis data adalah proses kategori urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar, ia membedakannya dengan penafsiran yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan di antara dimensi- dimensi uraian.

            Analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto, dan sebagainya. Setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah, langkah berikutnya ialah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan rangkuman yang inti, proses dengan pernyataan- pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. Langkah selanjutnya adalah menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu dikategorisasikan pada langkah  berikutnya.  Kategori-kategori  itu  dibuat  sambil  melakukan  koding.  Tahap akhir dari analisis data ini adalah mengadakan pemeriksaan keabsahan data. Setelah tahap ini mulailah kini tahap penafsiran data dalam mengolah hasil sementara menjadi teori substantif dengan menggunakan metode tertentu (Moleong, 2010: 247).

          Analisis data dilakukan dalam suatu proses, proses berarti pelaksanaannya sudah mulai dilakukan sejak pengumpulan data dan dilakukan secara intensif, yakni sesudah meninggalkan lapangan, pekerjaan menganalisis data memerlukan usaha pemusatan perhatian dan pengarahan tenaga fisik dan pikiran dari peneliti. Menurut  Miles  dan  Huberman  (dalam  Moleong,  2010:308),  pada  dasarnya analisis data ini didasarkan pada pandangan paradigmanya yang positivisme. Analisis data itu dilakukan dengan mendasarkan diri pada penelitian lapangan apakah satu atau lebih dari satu situs. Jadi seorang analis hendak mengadakan analisis data harus menelaah terlebih dahulu apakah pengumpulan data yang telah dilakukannya satu situs atau lebih.

Langkah –langkah yang harus ditempuh dalam menganalisis data :

1.   Reduksi Data

            Setelah  peneliti  mendapatkan  data  berupa  catatan  lapangan,  lalu peneliti memilah hal-hal yang pokok yang berhubungan dengan permasalahan penelitian,  rangkuman  catatan-catatan  lapangan  itu kemudian peneliti susun secara sistematis sehingga memberikan gambaran yang lebih tajam serta mempermudah pelacakan kembali apabila sewaktu-waktu data diperlukan kembali.

2.   Kategorisasi

       Peneliti memilah–milah setiap sesuatu dalam bagian–bagian yang memiliki kesamaan. Dalam setiap kategori diberi nama yang disebut label. Hal ini digunakan agar memudahkan dalam proses analisis dan agar tidak tertukar dengan yang lain.

3.   Sintesisasi

        Setelah peneliti melakukan kategorisasi data, lalu peneliti akan mensintesiskan antara satu kategori data yang didapatkan dengan  yang lainnya agar mudah dipahami dan tidak tertukar.

 4.   Menyusun “ Hipotesis Kerja”

        Hal ini dilakukan dengan jalan mermuskan suatu pertanyaan yang proporsional. Hipotesis kerja ini sudah merupakan teori  yang subtantif (yaitu teori yang berasal dan berkaitan dengan data).

 3.5.      Keabsahan Penelitian

            Keabsahan data sudah sah jika memiliki empat kriteria sesuai yang di ungkapkan oleh Moleong (2010:324), kriteria keabsahan data ada empat macam yaitu :

1     Kepercayaan (kredibility)
2.      Keteralihan  (tranferability)
3.      Kebergantungan (dependibility)
4.      Kepastian (konfermability)

            Penelitian ini menggunakan triangulasi untuk mengecek keabsahan data/uji kredibilitas data. Metode Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Diluar data itu untuk keperluan pengecekan  atau  sebagai  pembanding  terhadap  data  itu.  Teknik  triangulasi  yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Triangulasi berarti cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi ke waktu menyimpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan (Moleong,2010:330).

         Uji kredibilitas data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik triangulasi sumber. Triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek balik drajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton,1987:331) .

        Setelah peneliti mendapatkan data, baik itu berupa data hasil wawancara, data dokumentasi, maupun data observasi, maka selanjutnya peneliti melakukan triangulasi sumber, antara lain dengan cara :

1.            Membandingkan data observasi yang  didapatkan  dengan  wawancara  pada informan.

2.            Membandingkan data wawancara antar informan satu dengan yang lainnya.

3.            Membandingkan data wawancara dengan dokumentasi yang telah dikumpulkan.

 



B A B V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

 

A.    Kesimpulan

1.      Tingkat kemudahan dalam pengendalian implementasi kebijakan kepengawasan SMK di Kota Tebing Tinggi adalah sebagai berikut : Pertama, kelompok sasaran dari kebijakan ini adalah homogen yaitu pengawas sekolah. Pengawas SMK di Kota Tebing Tinggi telah mengawasi 7 SMK dan/atau 40 (empat puluh) guru mata pelajaran/kelompok mata pelajaran. Kedua, kebijakan ini menghendaki perubahan prilaku pengawas sekolah menjadi pengawas yang profesional. Hal ini dapat di lihat dari tugas pokok pengawas SMK di Kota Tebing Tinggi yaitu melaksanakan tugas pengawasan akademik dan manajerial. Selain kemudahan, kebijakan ini juga mempunyai kesulitan antar lain : Pertama, kebijakan ini mempunyai kesulitan teknis antara lain kabijakan ini masih menggunanakan format DP3 dalam melakukan penilaian kinerja pengawas sekolah dan pemberhentian sementara pengawas sekolah. Kedua, keberagaman prilaku yang diatur dalam kebijakan Permenpan RB No. 21 Tahun 2010 adalah heterogen yaitu seorang pengawas harus mengawasi 7 satuan pendidikan dan atau 40 orang guru mata pelajaran yang serumpun. 

2.      Struktur proses implementasi kebijakan yang tertuang dalam materi kebijakan kepengawasan SMK di Kota Tebing Tinggi adalah sebagai berikut : Pertama, kebijakan ini telah disusun secara jelas sesuai dengan skala prioritas/urutan kepentingan bagi pengawas SMK di Kota Tebing Tinggi. Hal ini dapat di lihat dari tugas pokok, kewajiban dan kewenangan pengawas SMK di Kota Tebing Tinggi. Kedua, kebijakan ini tidak mengatur tentang biaya untuk pengawas sekolah. Ketiga, Kebijakan ini telah mendapat dukung dari dinas pendidikan dengan cara membuat aturan-aturan seperti laporan bulanan dikumpul setiap awal bulan. Keempat, perekrutan pengawas SMK di Kota Tebing Tinggi tanpa melalui seleksi sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Permenpan RB No. 21 Tahun 2010. Pengangkatan pengawas lebih kepada jenjang karir yaitu di mulai dari guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah. Kelima, Kebijakan ini memberikan akses formal pihak luar sangat terbatas. Hal ini dikarenakan kebijakan tersebut hanya mengatur tentang pengawas sekolah dan angka kreditnya.

3.      Faktor eksternal yang mempengaruhi implementasi kebijakan kepengawasan SMK di Kota Tebing Tinggi adalah sebagai berikut : Pertama, kondisi sosio-ekonomi masyakarkat Tebing Tinggi khususnya pengawas SMK di Kota Tebing Tinggi telah bersifat terbuka yaitu menerima segala perubahan yang sifatnya membangun. Sedangkan dalam hal penggunaan teknologi, pengawas SMK di Kota Tebing Tinggi telah menerapkannya dalam menjalankan kebijakan kepengawasan SMK di Kota Tebing Tinggi, seperti adanya group WA antara pengawas, kepala sekolah dan guru. Kedua, kebijakan telah di dukung oleh pengawas sekolah serta pihak-pihak yang berkepentingan yaitu dinas pendidikan, kepala sekolah dan guru. Ketiga, komitmen dinas pendidikan untuk meningkatkan kompetensi pengawas sekolah adalah dengan merekrut pengawas sekolah sesuai dengan hirarki yaitu mulai dari guru, kepala sekolah.

 

B.     Implikasi

            Implikasi dari hasil penelitian implementasi kebijakan kepengawasan SMK di Kota Tebing Tinggi adalah sebagai berikut :

1.       Implikasi yang berkenaan dengan variabel mudah tidaknya masalah dikendalikan. Penelitian ini juga membuktikan bahwa keberagaman prilaku yang di atur serta presentase kelompok sasaran dibanding jumlah populasi dalam kebijakan kepengawasan ini dapat menimbulkan masalah dikarenakan perbandingan jumlah pengawas SMK dengan jumlah guru sangatlah besar. Pengawas SMK yang berjumlah 7 orang sedangkan guru berjumlah 422 orang. Kondisi ini akan berdampak pada tingkat dan ruang lingkup perubahan perilaku yang dikehendaki baik bagi pengawas SMK, kepala sekolah, guru serta siswa.

2.       Implikasi yang berkenaan dengan variabel kemampuan kebijaksanaan untuk menstrukturkan proses implementasi. Penelitian ini membuktikan bahwa kejelasan dan konsitensi tujuan belum terlaksana sebagaimana mestinya. Berdasarkan Permenpan RB No. 21 Tahun 2010 bahwa tugas pengawas adalah melakukan supervisi akademik dan manajerial. Namun dalam pelaksanaannya, pengawas sekolah cendrung melakukan inspeksi. Pengawas sekolah melakukan supervisi hanya di awal semester saja. Kurangnya alokasi sumber dana untuk operasional pengawas SMK merupakan salah satu faktor penyebab jarangnya pengawas datang ke sekolah. Hal ini akan berdampak kepada rendahnya pembinaan guru di SMK yang pada akhirnya tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan akan sulit tercapai. Meskipun aturan pelaksana telah dibuat untuk mengatut jabatan fungsional pengawas sekolah. Namun aturan itu masih bersifat nasional. Oleh karena itu dibutuhkan aturan atau perda khusus tentang pengawas SMK di Kota Tebing Tinggi karena setiap daerah mempunyai keunikan masing-masing. Selain itu, penelitian ini juga membuktikan bahwa perekrutan pejabat pelaksana yaitu perekrutan pengawas SMK masih belum sesuai dengan aturan yang ada. Pengawas SMK di Kota Tebing Tinggi tidak mempunyai STTPP ketika diangkat menjadi pengawas sekolah. Rekrutmen pengawas sekolah tidak melalui seleksi sehingga akses formal pihak luar sangat rendah. Kepala sekolah, guru tidak mendapatkan informasi tentang perekrutan ini.

3.   Implikasi yang berkenaan dengan variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi. Penelitian ini membuktikan bahwa kondisi sosio-ekonomi dan teknologi mempunyai pengaruh terhadap implementasi kebijakan kepengawasan SMK Kota Tebing Tinggi. Sikap masyarakat yaitu pengawas yang terbuka dan maju merupakan faktor pendukung diterimanya kebijakan kepengawasan ini. Namun, Bergantinya  Permendiknas No. 12 Tahun 2007 yang mengsyaratkan seorang pengawas sekolah berijazah paling rendah Magister (S2) kependidikan dengan berbasis sarjana (S1) dalam rumpun mata pelajaran yang relevan pada perguruan tinggi terakreditasi dengan Permenpan RB No. 21 Tahun 2010 yang mengsyaratkan seorang pengawas sekolah berijazah paling rendah Sarjana (S1)/Diploma IV bidang pendidikan menggambarkan bahwa komitmen, kesepakatan dan kemampuan kepemimpinan para pejabat pelaksana masih perlu dipertanyakan kembali.

 

C.    Saran

  1. Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara perlu menyusun program untuk merekrut pengawas sekolah khususnya di Kota Tebing Tinggi sesuai dengan pasal 31 Permenpan RB No. 21 Tahun 2010 dan harus memperhatikan rasio antara pengawas sekolah dan guru khususnya guru mata pelajaran yang serumpun.
  2. Dinas Pendidikan Sumatera Utara perlu menyusun program pendidikan dan pelatihan secara berkesinambungan untuk meningkatkan kompetensi pengawas SMK khususnya pelatihan model-model supervisi.
  3. Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara perlu menyusun program untuk meningkatkan anggaran operasional pengawas SMK sehingga dapat bekerja lebih optimal dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.

 

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, S.Z. 2006. Kebijakan Publik. Suara Bebas, Jakarta.

Almannie, Mohamed. 2015. Leadership Role of School Superintendents in Saudi Arabia. International Journal of Social Science Studies. Hal 169 0 170. Vol.  3,  No.  3;  May  2015 ISSN 2324-8033 E-ISSN 2324-8041 :  Redfame  Publishing.

 

Anderson, James E. 2006. Public Policy Making: An Introduction Fifth Edition, Boston: Houghton Mifflin Company

Agustino, Leo. 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung  : Alfabeta

Arikunto, Suharsimi,. Slamet Suyanto,. Setya Raharja,. 2006. Pengembangan Kapasitas Kepengawasan Pendidikan di Wilayah Kota Yogyakarta. Jurnal Penelitian Bappeda Kota Yogyakarta. Vol 1, No. 1, hal.3-11. ISSN 1978 - 0052

Burhanuddin, Y. 1990. Administrasi Pendidikan. Bandung : Pustaka setia

Danim, Sudarman 2004. Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok. Jakarta : Rineka Cipta.

 

Dickta. 2008. Rekruitment Pegawai Negeri Sipil. http://dickta.wordpress.com/. Diakses pada tanggal 5 Februari 2017 pukul 11.50 WIB

Dunn, William. 2003. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta : Gajah Mada University.

 

Gedeian, Arthur G.. 1991. Organization Theory and Design. University of Colorado at Denver.

 

Gerston, Larry N., 2002, Public Policy Making in a Democratic Society: A Guide to Civic Engagement, Armonk : M. E. Sharpe

 

Grindle, Merilee S. 1980. Politics and Policy Implementation in The Third World

              (New Jersey: Princnton University Press

 

Hood, C. Christopher. 1976.  The Limit of Administration. John Willey & Son,.

 

Keban, Yeremias. 2008. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik. Yogyakarta : Gava Media

 

Law, sue dan Glover, Derek. 2000. Educational Leadership. Buckingham: Open University Press.

 

Mahmudi. 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta : UPP AMP. YKPN. Mangkunegara

 

Mantja, W 2001. Organisasi dan hubungan kerja pegawai pendidikan. Makalah disampaikan dalam rapat konsultasi pengawasan antara inspektorat jenderal departemen pendidikan nasiona dengan badan pengawasan daerah di solo, tanggal 24 sd 28 september 2011

 

Mardiyanta, Antun. 2013. Restore Public Trust Through Deliberative Public Policy Formulation. International Journal of Administrative Science & Organization, January 2013 Volume 20, Number 1 Bisnis & Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi ISSN 0854 - 3844, Accredited by DIKTI Kemendiknas RI No : 64a/DIKTI/Kep/2010

 

Mazmanian, Daniel H., dan Paul A. Sabatier. 1979. Implementation and Public     Policy. New York : HarperCollins.

 

Moleong, J. Lexy.  2010.  Metode Penelitian Kualitatif.  PT Remaja Rosdakarya.

Bandung.

 

Muchsin, dan Fadillah. P. (2002). Hukum dan Kebijakan Publik. Malang: Averroes Press

 

Ndraha, Taliziduhu. (1989). Konsep Administrasi dan Administrasi di Indonesia. Jakarta: Bina Aksara

 

Nugroho, Riant. 2006. Kebijakan Publik Untuk Negara-Negara Berkembang. Jakarta : Elex Media Komputindo

 

_______, Riant. 2011. Public Policy : Dinamika Kehidupan, analisis kebijakan, manajemen kebijakan. Jakarta  : Elex Media Komputindo

 

Ofsted. 2005. Ofsted Inspection of Teacher education. London : Office for Standards in Education

 

Pandong, A. 2003. Jabatan Fungsional Pengawas. Badan Diklat Depdagri & Diklat Depdiknas. Jakarta

 

Parsons, Wayne. 2008. Public Policy : Pengantar Teori & Praktik Analisis Kebijakan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group

 

Patton, Michael Quinn. 1987. Qualitative Education Methods. Baverly Hills : Sage Publication

 

Paulsen, Jan Merok. 2014. Superintendent Leadership under Shifting Governance Regimes. International Journal of Educational Management. ISSN: 0951-354X. Volume 28, Issue 7, pp.812-822.

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas dan Angka Kreditnya

 

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

 

Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru

 

Sahartian, P.A. 2000. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta : Rineka Cipta

 

Steers, M. Richard. 1985. Efektifitas Organisasi. Jakarta: Erlangga.

Subarsono. 2010. Analisis Kebijakan Publik : Konsep, Teori dan Praktek. Yogyakarta : Pustaka Belajar

Suharto, Edi. 2008. Analisis Kebijakan Publik. Bandung : Alfabeta

Surya, Priadi. 2011. Profesionalisasi Pengawas Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah. Jurnal Aspirasi Vol. 2. No. 2, Desember 2011. Halaman 267-288. Pusat Pengkajian, Pengolahan dan Informasi Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. ISSN 2086-6305.

Syafaruddin. 2008. Sistem Pengambilan Keputusan Pendidikan. Jakarta : Grasindo

 

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

 

Van Meter, Donald dan Van Horn,. 1975, The Policy Implemention Process  A Conceptual Framework,(Journal Administration and Society).

 

Wahab, Abdul Solichin. 2005. Analisis Kebijaksanaan: dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta : Bumi Aksara

 

Wastandar. 2015. Pembinaan Karir Pengawas. Jakarta : Direktorat Pembinaan PTK Pendidikan Menengah

 

Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik (Teori, Proses dan Studi Kasus). Jakarta

              : CAPS.

 

 

 

 

 


Powered by Blogger.